Selasa, 12 Mei 2009

Perbedaan Suhu Kandang

Pemeliharaan 1. Suhu kandang 20 - 24 derajat Celsius
Pemeliharaan 2. Suhu kandang 27 - 29 derajat Celsius
Pemeliharaan 3. Suhu kandang 33 - 36 derajat Celsius

Teknologi Mutu Hasil Ternak

Judul : Uji Organoleptik, Uji Pembusukan

Tujuan ; Mahasiswa mampu ,

1. Membedakan daging segar dan busuk dengan uji organoleptik

2. Mengidentifikasi daging segar dan busuk dengan uji Eber dan Pb Asetat

Prinsip dasar ;

Daging segar adalah daging yang belum mengaalami perubahan diantaranya warna, bau khas, tidak berlendir . Daging busuk adalah daging yang telah mengalami dekomposisi kimia membentuk gas NH3dan H2S

Observation.Set Up

1. Uji Organoleptik

Alat ; Piring , Bahan Daging segar , daging Busuk

2. Uji Pembusukan

a. Uji Eber

Alat

  1. Tabung Uji dengan Sumbat,
  2. Sepotong kawat / Lidi

Bahan

  1. Reagen eber (Campuran dari HCL 1 bagian : alkohol 96 % , 3 Bagian : Ether ,

1 Bagian )

  1. Daging yang bebas dari Tenunan ikat

b. Uji Pb Asetat

Alat : Cawan petri, kertas Saring , Timbangan

Bahan : Daging 5 gram ,Pb Asetat 10 %

Sasaran pengamatan

1. Uji Organoleptik

Bila didalam pemerikasaan terdapat keadaan menyimpang . mencurigakan seperti warna bau, dan berlendir perlu dilakukan uji lanjutan.

2. Uji Eber

ü Positif (+) berarti ada pembusukan bila dalam uji terlihat adanya embun NH4CL diatas reagen

ü Negatif (-) tidak ada pembusukan

3. Uji Pb Asetat.

ü Positif (+) terlihat perubahan pada kertas saring menjadi kecoklat-coklatan berarti mulai terjadi pembusukan.

ü Negatif (- ) tidak ada perubahan warna (tetap putih) berarti belum terjadi permulaan pembusukan.

Langkah kerja.

1. Uji Organoleptik,

Amati daging yang ada dengan membandingkan daging standar

2. Uji Eber

  1. Taruh sepotong daging kecil pada ujung kawat/lidi sehingga tergantung diatas reagen.
  2. Tuangkan 5 ml reagen eber dalam tabung dan tutup dengan sumbat
  3. Gas NH3 yang keluar dari daging akan berikatan dengan uap HCL yang diatas reagen ------------------ embun NH4CL

3. Uji Pb Asetat

  1. Daging ditaruh dalam cawan petri
  2. Kemudian diatas cawan taruh kertas saring dan tetesi Pb asetat sebanyak satu tetes.
  3. Setelah itu tutup tetapi tidak rapat benar
  4. Diamkan 30 menit dan diamati.

Analisa data

1. Uji Organoleptik

No

Karakteristik

Daging standar

Daging lain

1

2

3

1

2

3

1. Uji Eber

No

Identifikasi

Daging

1

2

3

1

Positif (+)

2

Negatif (-)

3.Uji Pb Asetat

No

Identifikasi

Daging

1

2

3

4

1

Positif (+)

2

Negatif (-)

ü Diskusikan, dari data tersebut diatas apa kesimpulan anda ?

ü Tugas, Buat laporan kumpulkan satu minggu sebelum UAS

ü Pustaka

Soeparno 1996, Pengolahan Hasil Ternak, Universitas Terbuka


Minggu, 03 Mei 2009

PENGARUH MODEL PEMELIHARAAN BURUNG PUYUH TERHADAP KEUNTUNGAN USAHA DAN PENAMPILAN PRODUKSI


Oleh

Suharti

Gatot Adiwinarto

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah menganalisa usahatani dan produktivitas yang menguntungkan pada pemeliharaan burung puyuh, yang dipelihara dengan dua model yang berbeda. Peralatan yang digunakan adalah kandang, tampat pakan dan minum, timbangan elektrik dengan kepekaan 0,1 gram, dan peralatan untuk pemeliharaan puyuh. Bahan burung puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) warna bulu coklat umur 7 hari,dan puyuh umur 35 hari serta puyuh warna bulu putih umur 35 hari, jenis kelamin betina. Metode penelitian percobaan dengan 3 perlakuan yaitu perlakuan pertama (P1) pemeliharaan puyuh coklat mulai dari umur 7 hari, perlakuan kedua (P2) pemeliharaan puyuh coklat mulai umur 35 hari dan perlakuan ketiga (P3) pemeliharaan puyuh putih mulai umur 35 hari. Perlakuan diulang 10 kali. Penempatan unit dengan menggunakan Nested Design (rancangan tersarang). Variabel yang diamati adalah analisa usahatani dan penampilan/performance burung puyuh. Analisis data usahatani dilakukan melalui perhitungan pendapatan, Revenue Cost Ratio (R/C), dan break even point (BEP), sedang produktivitas menggunakan T-Test dan uji ANOVA dan dilanjutkan uji Duncan’s. Hasil penelitian P1 dan P2 mengalami kerugian dan P3 memperoleh keuntungan. Kesimpulan Kedua model pemeliharaan burung puyuh mengalami kerugian, model pertama mengalami kerugian. Jenis burung puyuh yang menuntungkan dari jenis Coturnix coturnix japonica dengan bulu putih.

Kata kunci : Pemeliharaan, Puyuh, Analisa Usaha, pendapatan, BEP, R/C.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan burung puyuh dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan terutama dari jumlah populasi yang berada di masyarakat, peternak mulai gemar beternak burung yang mungil ini dikarenakan banyak hal yang menguntungkan bagi peternak. Peternak yang memiliki kandang terbatas dapat memelihara puyuh karena tidak memerlukan kandang yang luas, untuk menghasilkan produksi dalam jangka waktu singkat yaitu 40 hari puyuh sudah menghasilkan telur. Selain sifat yang positif burung puyuh juga memiliki kelemahan yang perlu diperhatikan misalnya ternak mudah stress, penyebabnya berbagai macam dari pergantian iklim dari musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya, perpindahan kandang, kegaduhan yang mendadak.

Pemeliharaan yang terkesan mudah membangkitkan semangat tersendiri bagi peternak, berbagai macam cara dilakukan agar dapat memelihara burung puyuh. Sebagian pemeliharaan dimulai dari puyuh yang siap telur agar segera diperoleh hasilnya, tetapi ada pula yang diperoleh dari penetasan sendiri sehingga kontinuitas populasi dapat dipertahankan. Beternak burung puyuh sering sebagai usaha sampingan dari pada usaha pokok, lahan yang sempit di samping rumah dapat dimanfaatkan untuk kandang.

Burung puyuh yang dipelihara tentu memerlukan biaya untuk proses pemeliharaan, yang dapat berupa kandang, pakan maupun obat-obatan. Biaya pakan yang dapat mencapai 70% dari seluruh biaya produksi sangat menentukan keberhasilan usaha burung puyuh. Peternak pada umumnya jarang melakukan perhitungan usahatani karena semua kegiatan dilakukan sendiri bersama keluarganya yang mana tidak diperhitungkan biaya tenaga kerja.

Berbagai model pemeliharaan burung puyuh yang dilakukan oleh peternak muncul beberapa masalah, bagaimana produktifitas dari masing-masing model pemeliharaan yang dilakukan petani dan bagaimana pendapatan yang diperoleh apabila dilakukan perhitungan dengan analisa usahatani.

B. Tujuan

Menyimak beberapa masalah yang muncul di atas maka penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :

1. Menganalisa usahatani pada model pemeliharaan burung puyuh yang lebih menguntungkan.

2. Menganalisa usahatani pada jenis burung puyuh yang lebih menguntungkan.

3. Menganalisis produktivitas dari model pemeliharaan burung puyuh yang dipelihara dengan dua model yang berbeda.

C. Manfaat

Penelitian ini berguna bagi peternak sebagai acuan pemeliharaan burung puyuh yang menguntungkan dari segi analisa usahatani maupun teknis. Bagi praktisi maupun pemerhati dibidang peternakan sebagai informasi pengetahuan dalam kasanah ilmu peternakan.

III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Pelaksanaan penelitian selama seratus dua puluh hari, tempat penelitian digunakan kandang ternak yang berada di Unit Ternak Unggas / Aneka Ternak Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Magelang, Jurusan Penyuluhan Peternakan di Magelang.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan adalah kandang, sangkar kotak, tampat pakan dan minum, alat potong paruh, ember, timbangan elektrik dengan kepekaan 0,1 gram, dan peralatan untuk pemeliharaan puyuh.

Bahan penelitian yang digunakan adalah burung puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) warna bulu coklat mulai umur 7 hari sejumlah 300 ekor, puyuh bulu coklat umur 35 hari (siap telur) sejumlah 300 ekor dan puyuh warna bulu putih umur 35 hari (siap telur) sejumlah 300 ekor, dengan jenis kelamin betina, sehingga jumlah keseluruhan menjadi 900 ekor. Pakan starter menggunakan BR-1 ayam pedaging untuk puyuh umur 7 hari sampai siap telur, untuk pakan puyuh leyer menggunakan pakan komersial puyuh petelur, dilengkapi dengan vitamin dan obat-obatan untuk menjaga kesehatan ternak serta desinfektan sebagai antisipasi pencegahan penyakit.

C. Metode Pengumpulan Data

1. Perlakuan penelitian

Penelitian menggunakan metode percobaan dengan 3 perlakuan pemeliharaan yaitu perlakuan pertama (P1) pemeliharaan puyuh coklat mulai dari umur 7 hari, perlakuan kedua (P2) pemeliharaan puyuh coklat mulai umur 35 hari dan perlakuan ketiga (P3) pemeliharaan puyuh putih mulai umur 35 hari. Masing-masing perlakuan diulang 10 kali, sehingga menjadi 30 unit dan masing-masing unit terdiri dari 30 ekor burung puyuh. Penempatan unit dengan menggunakan rancangan Nested Design (Rancangan Tersarang).

2. Variabel

Variabel yang diamati adalah analisa usahatani dan penampilan/performan dengan dititik beratkan pada variabel-variabel :

a. Analisa usahatani : Diperoleh dengan mencatat semua biaya yang dikeluarkan maupun masukan dari penjualan telur, dilakukan dari mulai percobaan sampai selesai, untuk dihitung keuntungannya, dengan parameter Investasi, Input, Output, pendapatan, break even poin / BEP, dan kelayakan usaha.

b. Penampilan / Performance : Performance burung puyuh dapat diukur dari berbagai macam hal, pada penelitian ini peneliti membatasi pengukuran melalui parameter konsumsi pakan, produksi telur, feed conversion ratio / FCR).

3. Rencana pelaksanaan

Penelitian dilakukan tahap pertama memelihara burung puyuh umur 7 hari sampai umur 35 hari, pemeliharaan tahap kedua dimulai bibit puyuh sudah berumur 35 hari, sehingga pada saat dimulai pemeliharaan kedua umur puyuh sama. Pemeliharaan tahap pertama tanpa dilakukan perlakuan. Sangkar anak burung puyuh dilengkapi lampu pijar 60 watt sebagai indukan, pada umur 15 hari dilakukan potong paruh. Anak burung puyuh berada dalam sangkar sampai umur 35 hari, selanjutnya pada umur tersebut burung puyuh dimasukkan ke dalam kandang percobaan sampai burung puyuh berproduksi.

Pencatatan data dilakukan setiap minggu untuk konsumsi pakan, sedangkan produksi telur pencatatan dilakukan setiap hari (sore dan pagi), selain data teknis juga dilakukan pencatatan data analisa usahatani yaitu mengenai biaya yang dikeluarkan dan penjualan produksi telur yang diperoleh.

D. Analisis Data

Data-data dari percobaan burung puyuh pada variabel analisa usahatani dilakukan perhitungan analisa ekonomi, sedangkan untuk variabel penampilan produksi di analisa melalui parameter konsumsi pakan, produksi telur, dan feed conversion ratio / FCR dianalisis menggunakan uji ANOVA apabila ternyata terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan’s. Analisa usaha yang dilakukan menggunakan parameter sebagai berikut :

Analisis Revenue – Cost Ratio (R/C) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengukur sejauh mana usaha yang akan / sudah dilakukan menguntungkan atau tidak.

Penerimaan

R/C = ------------------

Total Biaya

Analisis break even point (BEP) suatu usahatani meliputi dua macam yaitu berhubungan dengan quantum (berupa barang/unit) dan berbentuk rupiah (uang), BEP dapat dihitung bila ada : biaya tetap (fexed cost), biaya variable (variable cost) dan volume penjualan (sales). Rumus BEP sebagai berikut :

BT

BEP (unit) = ------------------------

Hj/st – BV/st

BT .

BEP (Rp) = 1 – BV .

Pj

Keterangan :

BT = Biaya Tetap (Fixed cost )

BV = Biaya variabel (variabel cost )

Pj = Penjualan (sales)

Hj/st = Harga jual persatuan

BV/st = Biaya variabel persatuan

Perbandingan model pemeliharaan yang dilakukan terhadap perlakuan P1 dan P2, sedangkan untuk memperoleh jenis burung puyuh digunakan perbandingan P2 dengan P3 dan menggunakan uji “T-Test”.

IV. HASIL DAN PEMBAHSAN

A. Analisa Usaha

Pemeliharaan burung puyuh setelah diperoleh data kemudian dihitung secara analisa usaha dengan kondisi pemasaran pada saat penelitian, berupa input maupun output yang berupa telur kemudian dihitung pendapatan, R/C, dan BEP unit maupun BEP Rupiah, perhitungan analisa usaha dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisa Usaha Dua Model Pemeliharaan Burung Puyuh

Perlakuan

Pendapatan

(Rp)

R / C

BEP (Unit)

(kg)

BEP (Rupiah)

(Rp)

P1

(2,023,372.67)

0.76

662.44

17,693.32

P2

(1,173,572.00)

0.88

761.55

14,995.83

P3

1,892,452.00

1.18

824.85

10,931.58


Analisa usaha P1 pada Tabel 1 menunjukkan bahwa usaha yang diperoleh mengalami kerugian sebesar Rp 2,023,372.67, hal tersebut terjadi karena produksi yang dihasilkan di bawah BEP unit (662.44 kg telur) dan harga per kg telur di pasaran Rp 12.500,00 di bawah BEP Rupiah (Rp 17,693.32), sehingga R/C yang diperoleh kurang dari satu (0,76) maka usaha tersebut tidak menguntungkan.

Analisa usaha P2 pada Tabel 1 menunjukkan bahwa usaha yang diperoleh mengalami kerugian sebesar Rp 1,173,572.00, hal tersebut terjadi karena produksi yang dihasilkan di bawah BEP unit (761.55 kg telur) dan harga per kg telur di pasaran Rp 12.500,00 di bawah BEP Rupiah (Rp 14,995.83), sehingga R/C yang diperoleh kurang dari satu (0,88) maka usaha tersebut tidak menguntungkan.

Analisa usaha P3 pada Tabel 1 menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan memperoleh keuntungan sebesar Rp 1,892,452.00, hal tersebut terjadi karena produksi yang dihasilkan di atas BEP unit (824.85 kg telur) dan harga per kg telur di pasaran Rp 12.500,00 di atas BEP Rupiah (Rp 10,931.58), sehingga R/C yang diperoleh lebih besar dari satu (1.18) maka usaha tersebut menguntungkan.

Perhitungan analisa usaha pada Tabel 1 dapat dikatakan bahwa usaha burung puyuh dengan model pemeliharaan P1 dan P2 keduanya mengalami kerugian, walaupun P2 secara rata-rata lebih baik dibanding dengan P1 sehingga model pemeliharaan ini tidak menjadikan faktor penentu keberhasilan dalam beternak burung puyuh. Sedangkan perhitungan analaisa usaha yang didasarkan jenis burung puyuh antara P2 dengan P3, jenis burung puyuh yang menguntungkan yaitu memelihara burung puyuh bulu putih (P3), yang dipelihara mulai dari siap telur. Jika dilihat secara rata-rata produksi mingguan pada Illustrasi pertama menggambarkan grafik produksi yang paling tinggi, dan rata-rata produksi mencapai 80,42% sedangkan perlakuan yang lain 40,24% dan 55,38%. Perbedaan produktivitas ternak puyuh yang sangat nyata (P<0,01)>

B. Produktivitas Burung Puyuh

1. Uji T-Test

Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh data yang dihitung menggunakan statistik uji ”T-Test” diperoleh hasil analisis secara rata-rata konsumsi pakan, produksi telur dan FCR burung puyuh tersaji dalam bentuk komulatif per bulan selama penelitian, seperti yang tercantum pada Tabel 2 untuk model pemeliharaan dan untuk jenis burung puyuh pada Tabel 3.

Tabel 2. Rata-rata Konsumsi, Produksi dan FCR Burung Puyuh dengan Model Pemeliharaan yang berbeda








Perlakuan

Variabel

Konsumsi

Produksi

FCR

g/ekor/hari

Kg/bulan

P1

18.61

a

3.90

a

5.25


P2

22.02

b

5.29

b

3.82


Keterangan : Superskrip a, b menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)>

Konsumsi pakan burung puyuh pada Tabel 2. menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01), style="letter-spacing: -0.2pt;">Feed conversion ratio burung puyuh Tabel 2. merupakan perhitungan dalam rata-rata perbulan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan diantara perlakuan, tetapi secara rata-rata P2 (3,82) FCR lebih rendah dibandingkan dengan P1 (5,25).

Tabel 3. Rata-rata Konsumsi, Produksi dan FCR dari Jenis Burung Puyuh yang berbeda.








Perlakuan

Variabel

Konsumsi

Produksi

FCR

g/ekor/hari

Kg/bulan

P2

22.02

a

5.29

a

3.82

b

P3

24.18

b

7.86

b

2.77

a

Keterangan : Superskrip a, b menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)>

Konsumsi pakan dari jenis burung puyuh yang berbeda pada Tabel 3. menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01), style="letter-spacing: -0.2pt;">Feed conversion ratio burung puyuh pada Tabel 3. merupakan perhitungan rata-rata perbulan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan diantara perlakuan, tetapi secara rata-rata P3 (2,77) FCR lebih rendah dibandingkan dengan P2 (3,82).

Kedua jenis burung puyuh yang dipemelihara ini dilihat dari analisa usaha P2 mengalami kerugian dan P3 mendapat keuntungan, dengan dimikian jenis burung puyuh yang baik untuk dipelihara adalah P3 yaitu puyuh berbulu putih (albino). Bibit puyuh yang unggul hanya dapat diperoleh dengan menyilangkan induk dan pejantan puyuh yang unggul pula. Sifat keunggulan keduanya tersebut diwariskan kepada keturunannya secara genetik lewat asam deoksiribo nukleat /DNA (Purwantoro dan Ariana, 2004).

2. Uji sidik ragam (ANOVA)

Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh data yang dihitung secara statistik menggunakan uji ANOVA diperoleh hasil analisis secara rata-rata konsumsi pakan, produksi telur dan FCR burung puyuh tersaji dalam bentuk komulatif per bulan selama penelitian, seperti yang tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Konsumsi, Produksi dan FCR Burung Puyuh








Perlakuan

Variabel

Konsumsi

Produksi

FCR

g/ekor/hari

Kg/bulan

P1

18.61

a

3.90

a

5.25

b

P2

22.02

b

5.29

b

3.82

ab

P3

24.18

c

7.86

c

2.77

a

Keterangan : Superskrip a, b dan c menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)>

Konsumsi pakan burung puyuh pada Tabel 4 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01),>

Dengan demikian produktivitas burung puyuh yang dapat menunjukkan kualitas paling baik pada perlakuan tiga yaitu jenis burung puyuh putih yang dipelihara mulai siap telur, ditunjukkan dengan produksi yang tinggi (7.86 kg/bulan) dengan angka FCR yang paling rendah (2.77).

Tiga jenis burung puyuh yang digunakan berasal dari satu pembibitan namun dapat menunjukkan hasil yang berbeda. Puyuh bulu putih yang menunjukkan produktivitas yang baik diantara 3 perlakuan, merupakan hasil perkawinan silang dari puyuh Jepang (Coturnix Coturnix japonica) bulu coklat dengan puyuh putih, sehingga keturunannya masih memiliki produktivitas yang baik, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwantoro dan Ariana (2004) bahwa puyuh betina diamati produktivitas telur dan konsumsi pakannya setelah melewati fase penyesuaian. Puyuh tersebut hanya mengkonsumsi pakan 23,68 g/hari. dan produktivitas telurnya mencapai 83%.

Pada puyuh bulu coklat yang dipelihara mulai dari DOQ (P1) dan dari siap telur (P2) secara kualitas paling rendah, ada kemungkinan terjadi perkawinan silang dalam yang mengakibatkan produksi telur menurun, sebab dalam pembibitan induk puyuh dan pejantan tersebut harus diseleksi dengan benar, sehingga akan menghasilkan keturunan yang seragam dan murni. Kriteria untuk seleksi ini meliputi: tidak ada hubungan darah, sudah dewasa kelamin, fisik kuat dan sehat, produksi telurnya atau mating rate-nya tinggi (Hartl, 1991; Listyowati dan Kinanti. 2005; Rasyaf, 1989; Suryo. 1995). Selain faktor tersebut kondisi asal bibit puyuh yang belum mengalami seleksi dapat mengakibatkan penurunan produksi seperti yang dikemukakan oleh Listiyowati dan Kinanti, (2005) yang menyatakan bahwa bibit burung puyuh di pasaran sebagian besar tidak memenuhi persyaratan sebagai bibit unggul, hal tersebut dikarenakan pengetahuan pembibit masih relatif kurang memahami tentang pemuliabiakan ternak. Pemeliharan burung puyuh jenis bulu coklat yang dimulai dari siap telur (P2) mempunyai produksi telur rata-rata 5.29 kg/bulan atau rata-rata produksi telur 55,38% (Tabel 3) menunjukkan produksi yang sangat rendah, hal demikian jika dipelihara oleh peternak sangat merugikan. Produksi telur yang rendah dari burung puyuh tersebut diperkirakan akibat kurangnya perahatian pembibitan dalam perkawinan ternak sehingga terjadi kawin keluarga yang disebut pula dengan inbreeding. Hasil perkawinan ini akan mempunyai dua pengaruh utama yaitu menaikkan homosigositas dan menurunkan performans atau produksi. Akibat naiknya homosigositas maka sifat-sifat yang jelek yang tersembunyi akan muncul, yang semula tidak nampak dalam kondisi heterosigot. Dalam kondisi yang demikian tidak semua inbreeding merugikan ada hal tertentu yang menguntungkan, apabila sifat genetik yang dominan masih menyertainya sehingga muncul pula sifat yang menguntungkan yaitu sekelompok ternak yang mempunyai sifat baik dan berproduksi tinggi (Hardjosubroto W, 1994).

Perkembangan produksi telur puyuh pada Tabel 5 menunjukkan rata-rata persentase produksi setiap minggu mulai dari awal peneluran sampai 13 minggu, perkembangan yang diperoleh pemeliharaan burung puyuh warna bulu coklat yang dimulai pemeliharan dari DOQ (P1) produksi rata-rata 40,24%, merupakan produksi yang paling rendah diantara tiga perlakuan tersebut, burung puyuh bulu coklat dipelihara mulai siap telur (P2) 55,38% dan produksi telur yang paling baik diantara tiga perlakuan adalah burung puyuh bulu putih yang dipelihara mulai siap telur (P3) rata-rata produksi 80,42%. Untuk lebih jelas dari keterangan tersebut dapat dilihat pada Illustrasi pertama mengenai grafik pertumbuhan produksi.

Tabel 5. Rata-rata persentase produksi telur puyuh per minggu

Minggu

(P1)

(P2)

(P3)


……………………… % ……………………..

1

25.89

33.52

58.24

2

41.89

61.81

70.52

3

41.54

69.48

83.24

4

41.54

65.43

85.57

5

40.29

65.57

84.95

6

41.49

63.43

84.57

7

37.77

60.19

86.52

8

37.89

59.05

84.52

9

36.57

56.10

81.95

10

41.66

47.48

82.19

11

44.00

41.48

80.38

12

44.23

47.38

81.24

13

48.40

49.10

81.52

Jumlah

523.14

720.00

1045.43

Rata-rata

40.24

55.38

80.42

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kedua model pemeliharaan burung puyuh mengalami kerugian, model pertama mengalami kerugian Rp 2,023,372.67, BEP unit 662.44 kg/th telur, BEP Rupiah Rp 17,693.32 per kg, dan R/C 0,76. Sedangkan model kedua mengalami kerugian Rp 1,173,572.00, BEP unit 761.55 kg/th telur, BEP Rupiah Rp 14,995.83 per kg, dan R/C 0,88.

2. Jenis burung puyuh yang menuntungkan dari jenis Coturnix coturnix japonica dengan bulu putih, yang menghasilkan analisa pendapatan per tahun Rp 1,892,452.00, BEP unit 824.85 kg/tahun, BEP Rp 10,931.58 /kg telur.

3. Produktivitas yang baik dalam pemeliharaan burung puyuh bukan karena cara pemeliharaan tetapi karena penggunaan jenis puyuh yang berasal dari keturunan yang produktif.

B. Saran

Diajurkan pada peternak burung puyuh untuk memperoleh keuntungan memelihara mulai siap telur dengan jenis Coturnix coturnix japonica dengan bulu putih (albino).


DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R., 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas Kemajuan Mutakhir. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.


Ericson, SP and W.D.Downy. 1992. Manajemen Agribisnis. Diterjemahkan oleh Rochidayat Ganda S dan A. Sirait. PT Airlangga


Hardjosubroto W, 1994. Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. PT. Gramedia. Jakarta.

Hartl, D.L. (1991). Basic Genetics 2 ed. Boston: Jones and Bartlett.

Kadarsan. 1995. Keuangan pertanian dan Pembiyayaan perusahaan Agribisnis, P.T. Gramedia Pustaka Utama

Kay,R.D.1982. Farm Management Planing,Control, and implementation Mc Grow-Hill International Book Company,London


Listiyowati, E dan Kinanti Roospitasari, 2005. Puyuh: Tata Laksana Budi Daya Secara Komersial. Ed. Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.


Marsh, A. 2000. Domestic Coturnix Quail for Meat and Eggs. Savimat Materiel D'Elevage Chauffy France.


Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian , Edisi kesembial LP3ES Jakarta


Prabowo,Dibyo. 1983. Memilih usaha dan Teknik Analisis Investasi untuk usaha pertanian/Agribisnis. Aditya Media Yogyakarta


Prawiro kusumo ,S. 1990. Ilmu Usaha Tani. Edisi pertama, BPFE, Yasaguna Jakarta


Purwantoro dan Ariana (2004) Penyilangan Puyuh Jepang Untuk Mendapatkan Bibit Unggul . Akses 16 Juni 2008. http://www.asosiasi-politeknik.or.id/index.php?module=aspi_jurnal&func=display&jurnal_id=60


Randall, M., 2004. Raising Japanese Quail. Agfact A5.0.6 3nd edition, june 2001. 4 April 2006.http://www.tocal.nsw.edu.au/reader/#Breeding, 11 Juni 2004.

Rasyaf, M. (1989). Memelihara Burung Puyuh, Yogyakarta: Kanisius.

Soekartawi, J.L. Dillon., A.Soeharjo. Dan Hardaker 1985. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk usaha petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia


Soekartawi, 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi Rajawali Press, Jakarta


Suharno,B. 2002. Agribisnis Ayam Ras , Edisi ke 5, PT Penebar Swadaya Jakarta.


Suharto, 1995. Manajemen Proyek Dari Konsepsional Sampai Operasional Cetakan ke-1. Penrbit Erlangga Jakarta.

Suryo, H. (1995). Genetika. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM.