Rabu, 17 November 2010

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JAHE MERAH TERHADAP KONSUMSI PAKAN, PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN FEED CONVERSION RATIO (FCR) AYAM BROILER UMUR 3 MINGGU S

Gatot Adiwinarto

ABSTRAK

Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak jahe merah terhadap konsumsi pakan, PBB, dan FCR pada ayam broiler umur 3 minggu sampai 6 minggu hari. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menyumbangkan bahan informasi ilmiah bagi peneliti, praktisi serta pemerhati bidang peternakan tentang penggunaan ekstrak jahe merah dalam air minum terhadap ternak ayam broiler. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 64 ekor ayam broiler strain CP 707, umur 3 minggu. Kandang yang digunakan adalah kandang petak yang terbuat dari bambu, sebanyak 16 petak, tiap petak 4 ekor ayam broiler, luas petak kandang 80x60x60 cm. Pakan yang digunakan dalam penelitian adalah pakan komersial, konsentrat BC, jagung, bekatul. Metode yang digunakan adalah metode percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan dan penelitian ini adalah T0 ekstrak jahe merah 0% (kontrol), T1 ekstrak jahe merah 5%, T2 ekstrak jahe merah 10% dan T3 ekstrak jahe merah 15 %. Penelitian ini dimulai pada umur 3 minggu dan diakhiri umur 6 minggu. Data penelitian yang diperoleh diolah dengan analisis statistik ANOVA, untuk konsumsi pakan, PBB dan FCR. Jika dalam analisis tersebut terdapat perbedaan hasil perlakuan, maka untuk mengetahui perlakuan mana yang menunjukkan perbedaan, analisis dilanjutkan dengan menggunakan metode Duncan’s new Multeple Rage Test (DMNRT), atas dasar 5% ”level of significane”. Hasil penelitian diperoleh bahwa dengan penambahan ekstrak jahe merah dalam air minum dapat memberi pengaruh yang nyata (P<0.05)>

Kata kunci: Ekstrak jahe merah, Konsumsi pakan, PBB, FCR, Ayam Broiler

Senin, 21 Juni 2010

ANTI API

Apabila anda kena api atau barang yang panas dapat diobati secara alternative dengan cara melakukan bacaan di bawah ini, dan dengan konsentrasi menghilangkan panas dan menyembuhkan seperti sedia kala.

Bismillahhirohmanirohim
Ya narukunibardan wassalaman ‘ala Ibrohim 3 x
Aku iman widek iman 3 x
Adem asrep kanthi kersane Alloh, laqu ya arduhu rukuni badan Alloh

Bismillahilladzi laayashuru ma’asmihi syaiung fil ardhi walla fissamaai wahuwassamiiulalliim (baca 3 x tahan napas)

Kemudian pada lokasi yang terkena api dihisap dengan menggunakan jurus tiga tarik.

TATA CARA PELAKSANAAN SHOLAT HAJAD DAN DO’A BERSAMA

Cara Sholat Hajad
Diawali dengan niat sholat Hajad
1. Rekaat 1, setelah membaca Al-Fatihah membasa surat Al-Ikhlas 10 x
2. Rekaat 2, setelah membaca Al-Fatihah membasa surat Al-Ikhlas 20 x
Salam
Setelah salam berdiri lagi, niat sholat hajat
3. Rekaat 3, setelah membaca Al-Fatihah membasa surat Al-Ikhlas 30 x
4. Rekaat 4, setelah membaca Al-Fatihah membasa surat Al-Ikhlas 40 x
Salam

Setelah selesai sholat kemudian membaca :
1. Ashadu anla ilaha illaloh waashaduanna muhammadarosululloh 1 x
2. La ilaha ilalloh 100 x
3. Ya rohman 40 x
4. Ya rohim 40 x
5. Ya ‘alim 40 x
6. Ya batin 40 x
7. Ya ‘aziz 40 x
8. Ya ghofur 40 x
9. Ya rozakh 40 x
10. Ya wahab 40 x
11. Membaca sholatwat Nabi Muhammad SAW
12. Do’a

Senin, 08 Februari 2010

PROSES TERBENTUKNYA TELUR PADA TERNAK UNGGAS


Oleh
GATOT ADIWINARTO

PROSES PEMBENTUKAN TELUR

Telur pada unggas mengandung banyak zat-zat makanan untuk persediaan perkembangbiakan embrio pada masa penetasan. Telur tidak ubahnya susu pada mamalia adalah hasil sekresi dari sistem reproduksi dan mekanisme endokrin, metabolik dan kimia faali. Bertelur sama dengan mekanisme laktasi. Telur unggas lebih besar dari pada telur mamalia, karena telur unggas harus mengandung makanan untuk perkembangan embrionik selama pertumbuhan di luar tubuh induk. Embrio unggas sangat tergantung pada zat makanan yang terdapat dalam telur. Karena itu lemak dari sudut kalori lebih pekat dari pada gula, maka telur lebih kaya akan lemak dari pada gula (dibandingkan dengan susu) (Anggorodi, 1984).

1. Yolk / Kuning telur
Kuning telur terdiri dari badan berbentuk bola besar, dari 25 sampai 150 μm garis tengah, yang terbagi-bagi adalah dalam suatu tahapan yang berkelanjutan. Yolk yang kecil ukurannya sangat kecil diperkirakan berdiameter sekitar 2 μm. Kuning telur berisi hanya sekitar 50% air. Sisa terdiri dari protein dan lipid dengan perbandingan 1: 2; lipid yang ada dalam bentuk lipoprotein (Bell dan Freeman, 1971).
Lebih lanjut menyatakan pada umumnya sintesis protein kuning telur berasal dari hati atas rangsangan hormon oestrogen. Kemudian diangkut oleh darah nemuju indung telur (ovarium).
Dalam ovarium ayam petelur mengandung 1000 sampai 3000 folikel, ukurannya sangat bervariasi dari ukuran mikrokopik sampai sebesar satu kuning telur. Kuning telur yang lebih kecil mulai tumbuh dengan cepat sekitar 10 hari sebelum dilepaskan ke dalam infundibulum. Kuning telur diliputi oleh suatu membran folikuler, yang menempelkannya pada ovari. Membran ini memiliki suatu bagian yang terlihat hanya sedikit mengandung pembuluh darah. Bagian atau daerah itu disebut stigma. Inilah tempat dimana kuning telur robek dan melepaskan ovum pada saat ovulasi. Karena zat-zat makanan disalurkan melalui membran folikuler dari aliran darah menuju ke ovum, sejumlah darah kadang-kadang dilepaskan bersama-sama kuning telur itu karena tempat pecahnya tidak selalu tepat pada stigma. Inilah yang kadang menyebabkan munculnya suatu blood spot di dalam telur (James Blakely dan David, 1985).

2. Reproduksi pada ayam
Pola reproduksi pada ayam berbeda dengan mamalia terutama beberapa segi yang terpenting, ayam bertelur dengan berirama bertelur, yaitu bertelur satu atau lebih pada hari yang berurutan, kemudian diikuti satu hari istirahat. Ayam yang prolefik bertelur 5 butir atau lebih dalam satu irama bertelur (clutch).
Timbulnya clutch dikarenakan pembentukan telur diburuhkan total waktu 25 – 26 jam dan ovulasi berikutnya pada clutch yang sama terjadi 30 – 60 menit setelah ovulasi telur sebelumnya. Jadi karena ovulasi tidak terjadi secara teratur setiap siklus 24 jam, maka waktu ovulasi hari berikutnya pada clutch yang sama akan terlambat (Nalbandov, 1990).

3. Pengendalian Hormon Bertelur.
Reproduksi burung adalah yang berkaitan dengan sistem pengendalian pada ayam yang sedang bertelur, yang disebut hierarki folikuler yakni gradasi berat dan ukuran folikel. Hanya satu folikel yaitu yang terbesar yang menjadi masak dan di ovulasikan dalam waktu satu hari, segera setelah folikel ini pecah, kemudian nomor 2 terbesar tumbuh menjadi besar, demikian seterusnya peristiwa tersebut terjadi berurutan.
Rincian permainan hormonal antara ovarium dengan sistem hipotalamus-hipofiseal unggas semuanya jelas, kecuali kita ketahui benar-benar ialah bahwa ovarium burung secara total tergantung pada hormon Gonadotrofik yang berasal dari pituitari. Telah diketahui bahwa hipotalamus dalam pengendalian pelapisan LH dan FSH hipofisa. Diakuinya hipotalamus melalui cara pembedahan, tepatnya pada nuklei praoptik di daerah paraventrikuler, ternyata dapat menghentikan ovulasi (Nalbandov, 1990).

4. Oviduk.
Setelah ovulasi ovum ditangkap oleh fimbria dan masuk kedalam infundibulum kuning telur akan berdiam kurang lebih selama ¼ jam dan dibagian ini terjadi pertemuan dengan sel jantan, setelah itu diteruskan ke magnum (Rasyaf, 1992). Lebih lanjut Nalbandov, (1990) menuliskan bahwa disini telur menerima lapisan albumen. Sekresi albumen pada magnum yang dikontrol oleh dua hormon. Hormon estrogen yang fungsi utamanya menyebabkan perkembangan anatomi dan perkembangan kelenjar seluruh oviduk, tetapi estrogen saja tidak dapat menyebabkan pembentukan calon albumen dalam kelenjar, atau sekresi albumen sendiri ke dalam lumen magnum. Hormon yang kedua dibutuhkan untuk kepentingan kedua-duanya, baik pembentukan atau sekresi albumen.
Androgen dan progesteron yang kedua-duanya beraksi terhadap magnum yang berkembang karena estrogen, dapat menyebabkan pertumbuhan granula albumen dan pelepasan granula ini ke dalam lumen. Setelah pertumbuhan magnum yang di prakarsai oleh estrogen dan pembentukan granula albumen yang disebabkan baik androgen ataupun progesteron, satu peristiwa lagi masih tertinggal yaitu sekresi albumen kedalam lumen. Hal ini biasanya terpicu oleh adanya benda asing di magnum , apakah itu ovum ataukah benda asing yang berada dalam magnum.
Setelah mendapat albumen dalam perjalanan di magnum selama 2,5 jam atau 3 jam, telur bergerak ke isthmus, disini disekersikan kerabang lunak. Bagian oviduk ini secara histologis berbeda dengan magnum tetapi dikontrol oleh hormon yang sama, yang beraksi dengan cara yang sama dan dalam rangkaian tahap yang sama, seperti yang terjadi pada magnum. James Blakely dan David, (1985)mengemukakan di daerah isthmus mendapat pelapisan membran yaitu membran luar dan membran dalam, dalam keaadaan normal masing-masing membran menempel, kecuali pada suatu tempat dimana membran tersebut berpisah yaitu pada ujung tumpul telur. Perpisahan kedua membran tersebut membentuk suatu rongga udara. Telur tinggal di isthmus selama kurang lebih 1,5 jam dan setelah menerima kerabang lunak dan air, dikuatkan oleh Rasyaf (1992) dibagian ini ditambahkan pula Natrium, Kalsium dan garam. Telur tersebut bergerak ke kelenjar kerabang atau yang dinamakan pula uterus, telur tinggal di daerah ini selama kurang lebih 22 jam, dan kerabang kapur disekresikan menyelubungi (Nalbandov, 1990).

Tabel 1. Rataan panjang bagian pembentukan telur dan lama waktu proses berjalan

Bagian

Panjang (cm)

Waktu (jam)

Infundibulum

11,0

0,25

Magnum

33,6

3,00

Isthmus

10,6

1,25

Uterus

10,1

20,15

Vagina

6,9

0,15

Sumber : Rasyaf 2003




5. Pengeluran Telur (Oviposisi).
Dalam kondisi normal telur dibentuk bagian tumpul terlebih dahulu. Jika induk tidak terggangu pada saat bertelur, sebagian besar telur akan dikeluarkan dengan ujung tumpul lebih dulu. Hal ini tidak diketahui secara pasti sebabnya, tetapi diketahui bahwa sesaat sebelum dikeluarkan, telur diputar secara horisontal (tidak ujung ke ujung), 180 derajat sesaat sebelum telur itu dikeluarkan. Ovulasi pada ayam secara normal terjadi 30 menit setelah telur dikeluarkan. Interval waktu dapat bervariasi antara 7 sampai 74 menit (James Blakely dan David, 1985). Lebih lanjut menyatakan pengeluaran telur dirangsang oleh cahaya sehingga merangsang dan meningkatkan suplai FSH. Hormon ini pada gilirannya melalui aktivitas ovari mengakibatkan terjadinya ovulasi dan oviposisi.

6. Sifat Mengeram.
Induk ayam mengeram diakibatkan oleh pengaruh hormon prolaktin dari pituitari anterior, ayam menghabiskan waktu dengan duduk diatas sarang dan menetaskan serta mengasuh anak-anaknya. Bila sifat keibuan ini demikian kuat sehingga induk ayam terus menerus duduk diatas sarang, hal ini merugikan karena pada saat mengeram ayam tidak memproduksi telur (James Blakely dan David, 1985).
DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi R., 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.

Bell D.J. and Freeman B.M., 1971. Physiology and Biochemistry of the Domestic Fowl. Volume 3. Academic Press. London New York.

James Blakely and David H. Bade, 1985. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Bambang Srigandono dan Soedarsono).

Nalbandov A.V., 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Edisi ketiga. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. (Diterjemahkan oleh Sunaryo Keman).

Rasyaf M., 1992. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

------------- 2003. Beternak Ayam Petelur. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

METBOLISME DAN CARA TERNAK MELEPAS PANAS TUBUH MELALUI KONDUKSI

Oleh
GATOT ADIWINARTO, S.Pt

METABOLISME

Difinisi
Metabolisme berasal dari kata Yunani “metaballein” yang mempunyai arti “mengubah”, sehingga didefinisikan sebagai gabungan seluruh reaksi kimia yang terjadi di dalam sel makluk hidup. Proses kimia pada makluk hidup ini mendapatkan senyawa kimia sekitarnya, kemudian menggunakan dan mengubahnya untuk mempertahankan kerlangsungan hidupnya. Metabolisme mencakup dua proses reaksi yaitu katabolisme dan anabolisme. Katabolisme berkaitan dengan reaksi degradasi, sedangkan anabolisme berhubungan dengan rekasi sintetis. (Abdul Hamid A., 2001).
Lebih lanjut Srigandono B. (1991) dalam Kamus Istilah Peternakan medefinisikan metabolisme adalah suatu proses kimia maupun fisika yang berurutan yang terjadi untuk mempertahankan kehidupan dalam tubuh. Dari proses ini juga tersedia energi yang berguna dalam berbagai kerja serta produksi. Proses pembangunan, baik kimia ataupun fisika yang melibatkan pemanfaatan zat-zat makanan untuk tubuh disebut anabolisme. Proses penghancuran untuk menghasilkan energi melalui pemecahan jaringan disebut catabolisme.
Dengan demikian metabolisme adalah suatu istilah untuk menunjukkan perubahan-perubahan kimiawi dalam komponen bahan makanan yang terjadi setelah pencernakan dan penyerapan. Berbagai zat nutrisi (protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral) selama proses pencernakan telah diubah kedalam setruktur sederhana sehingga dapat deserap tubuh ternak. Akan tetapi zat-zat nutrisi tersebut harus diubah kembali kedalam bentuk kompleks sebelum zat-zat nutrisi tersebut bermanfaat bagi ternak. Agar jaringan tubuh ternak sanggup menggunakan senyawa sederhana yang dibawa aliran darah, maka perlu terjadi reaksi kimiawi lebih lanjut. Pada proses tersebut timbul energi, panas dilepaskan, dan banyak produk akhir yang tidak berguna dikeluarkan melalui ginjal. (Anggorodi, 1995).

Pengendalian Metabolisme
Semua reaksi metabolisme baik yang sederhana maupun komplek dikendalikan secara ketat dan dilakukan secara fleksibel, disesuaikan denga lingkukangan kuar sel (prokariot atau eukariot), utuk mempengaruhi prinsip ekonomis dan kerja sel secara normal. Pengendalian metabolisme dapat dilakukan melalui pengawasan laju enzim. Pengendalian ini pada dasarnya ada dua cara, yaitu mengatur konsentrasi enzim dan mempengaruhi pengubahan antara bentuk-bentuk aktif dan tidak aktif. Bentuk pengaturan melalui pengendalian konsentrasi enzim tertentu telah dipelajari lebih intensif pada bakteri, pengendalian metabolisme tersebut dapat dicapai pada tahap transkripsi dan sedikit pada tahap translasi (Abdul Hamid A., 2001).

SISTEM PEMBUANGAN PANAS PADA TERNAK
Ternak dalam kehidupannya secara fisik dipengaruhi oleh lingkungannya baik itu lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik yang secara langsung diterima oleh ternak antara lain, dari tanah, temperatur, sinar matahari, kelembaban dan juga angin. Ternak untuk mempertahankan diri dari lingkungan yang mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung, akan memproduksi panas. Panas tersebut yang diproduksi oleh ternak akan menggantikan panas yang hilang akibat penyesuaian suhu tubuh ternak.
Ternak dalam melepaskan panas untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya melalui radiasi, konveksi, konduksi, evaporasi dan metabolisme. Perpindahan energy yang dikeluarkan ternak pada lingkungannya sesuai dengan panas yang dihasilkan (Hafez. By. E.S.E, 1968).

KONDUKSI
Konduksi adalah perpindahan panas dari ternak yang mempunyai suhu lebih tinggi pada sebuah benda yang suhunya lebih rendah. Kecepatan dari beberapa konduksi panas dari berbagai subtansi alam, misalnya konduktivitas panas dari perak adalah 1000 ; kulit manusia 3,5 – 0,8 (tergantung dari aliran darah); air 1,4 ; kelinci 0,06 ; udara 0,056. Sehingga kecepatan konduksi panas memasuki kulit adalah sama jumlahnya seperti yang masuk pada perbandingan dari air, tetapi lebih tinggi 10 – 60 kali dari pada perbandingan pada penyulingan air (Hafez. By. E.S.E, 1968).
Konduksi terjadi tergantung dari pada 1) kontak fisik dengan benda atau permukaan sekelilingnya; 2) temperatur dari permukaan tersebut (tinggi temperatur); 3) konduktivitas ternak, temperatur dan luas permukaan yang kontak. Misalnya huniditas yang tinggi di musim dingin akan meningkat rasa dingin, oleh karna itu ditingkatkan konduktivitasnya melalui pakauan penutup. Air dingin merupakan alat pendingin yang efisien dan efektif melalui konduksi. Berbagai metal mudah mengkonduksi panas, sedangkan udara, minyak, lemak, bulu, rambut, nilon, sutera, kayu dan wol sukar mengkonduksi panas. Sebab itu manusia memilih panci penggorengan dari metal (dengan alat pegangan dari kayu). Panas hilang melalui konduksi, namun dapat diminimalkan dengan insulasi fur dan pakaian penutup. Sapi dan babi mendisipasi panas melalui konduksi dengan tidur di lantai yang dingin (Sihombing dkk, 2000). Panas yang dihasilkan ternak dapat hilang dari tubuh dengan cara kontak lansung dengan permukaan yang lebih dingin. Sebaliknya ternak juga dapat menambah panas melalui kontak denga permukaan yang lebih panas. Jumlah energy panas yang dapat dipindahkan melalui konduksi, tergantung pada perbedaan temperatur diantara dua tempat, luasnya permukaan yang kontak, dan penutup dari dua benda yang saling berkontak. Perpindahan panas hingga ke struktur badan juga melalui proses konduksi. Pemindahan panas dari ternak ke lantai kandang akan lebih besar jika ternak tiduran dari pada berdiri.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamis. A, (2001). Biokimia : Metabolisme Biomolekul. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Ames, 1995. Tunnel Ventilation to Alleviate Animal Heat Stress. Iowa State University Extension.

Anggorodi, (1995). Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Esmay L. Merle, 1978, Principles of Animal Environment. Avi Publishing Company, INC. Westport, Connecticut.

Hafez. By. E.S.E, 1968. Adaptation of Domestic Animals. Lea and Febiger. Philadelphia.

Sihombing. DTH, dkk, 2000. Lingkungan Ternak. Universitas Terbuka. Jakarta.

Srigandono B. (1991). Kamus Istilah peternakan. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.